Selasa, 24 Juli 2018

Apakah Doaku Menembus Langit?

Pagi ini aku terbangun. Masih pukul setengah empat. Ada oatmeal instan, namun aku memilih untuk meneguk segelas air putih saja. Aku membuka telepon seluler, kulihat dua jam yang lalu ia telah melihat status whatsapp ku. Jujur, kubuat status itu hanya untuk menarik perhatianmu, namun tampaknya kau tidak tertarik. Aku rindu padamu, tapi aku tidak ingin merindukan orang yang salah. Permasalahannya adalah aku tidak tahu apakah kau pantas untuk kurindukan? Ah, sudahlah. Mari kita tidur dan niatkan ibadah ini.

Teleponku berdering, ah sudah pukul lima. Setelah aku melaksanakan salat subuh, aku masih merindukannya. Lalu kuberdoa, tetapi aku tak mampu mewujudkan perasaanku ke dalam kata-kata. Aku hanya membayangkan wajahnya sembari kumeminta pada Sang Pencipta untuk memberikan kami yang terbaik. Aku memohon petunjuk-Nya, aku tak ingin merindukan orang yang salah. Tuhan, Engkau Maha Tahu apa yang kurasakan di dalam hatiku. Kututup doaku.

Aku sangat mengantuk, aku kembali tidur. Aku tau ini bukanlah kebiasaan yang baik, tapi sulit untuk kutinggalkan. Sebelum kupejamkan mata, kulihat lagi teleponku. Seperti biasa, dia yang menyukai seni bela diri Muaythai.

"Nurma, seseorang telah memberimu cincin ini," ucap ibu. Aku terdiam, yang benar saja, aku baru menginjak 19 tahun. Cincin itu indah berwarna putih dengan hati dan permata di tengahnya. Ibu berkata bahwa dialah orang yang telah menitipkan cincin itu. Aku tidak tahu, haruskah aku bahagia? Akan tetapi, cincin itu tetap kupakai di jari manis kiriku. Kemudian ibu berkata lagi,"Sebentar lagi dia dan ayahnya akan berkunjung ke rumah." Yang benar saja, ini terlalu cepat bagiku. Aku masih harus menyelesaikan kuliahku yang sebentar lagi insyaallah akan memasuki semester kelima. Aku tidak tahu harus melakukan apa. Aku masih sangat belum siap.

Tak lama kemudian, kulihat dua orang di depan pintu. Orang tuaku membukakan pintu, namun aku bergegas ke kamar. Aku suka padanya, tapi ini terlalu cepat bagiku. Aku enggan keluar kamar sambil menutupi wajahku. Aku masih belum siap, aku masih belum pantas. Lelaki itu berkata,"Kenapa kaututupi wajahmu?". Aku hanya terdiam dan masih menutupi wajahku.

Senin, 11 Juli 2016

Dear My Little Diary,

Hey hoo!!!
Aku mau berbagi cerita nih. Alhamdulillah tahun ini aku dan temen temen yang lain udah lulus SMA, ya meskipun seandainya aja SMA bisa lebih lama lagi.
Aku punya temen, lumayanlah anaknya dan aku dapet cerita yang inspiratif banget dari dia. Nah tahun kami kan tahun pertama ujian nasional irisan KTSP dan K-13 + CBT untuk daerah Tanjungpinang, itu sensasinya wow banget. Kami bingung seperti apa ujian nasional yang bakalan diselenggarain, gimana rasanya ujian nasional bakalan ada 3 sesi, diselingi libur 3 hari, itu semua gak kebayang, belum lagi banyak rumor yang beredar yang makin menjatuhkan mental kami. Tapi, Alhamdulillah, semuanya lancar lancar saja.
Back to topic nih, temen aku ini bisa dibilang agak malas belajar, tapi dia punya komitmen dan target. Katanya, “Belajar itu boleh sering, tapi kita harus pandai melihat kondisi juga, kalau itu terlalu memaksakan, sebaiknya tidak usah, lebih baik mengutamakan kualitas daripada kuantitas, akan tetapi semuanya harus tepat perencanaan”.
Waduh, aku rada gak ngerti juga nih, lola mode on. Maksudnya, kita sebagai pelajar harus punya target. Untuk mencapai target, kita harus punya rencana dan strategi bagaimana kita bisa meraihnya. Tentunya, kita harus memperhitungkan dan menyesuaikan kemampuan dengan target yang akan kita capai. Misalnya, kita ingin jadi juara, tapi kita sendiri masih meragukan kemampuan kita, maka solusinya adalah kita harus meningkatkan intensitas belajar kita, tapi gak sampe overload, santai tapi pasti. Nah itulah, ketika kita terlalu memaksakan untuk belajar, sebanyak apapun, hasilnya tetep gak bakal maksimal, karena dasarnya aja udah terpaksa. Kita harus bisa memanfaatkan momen momen yang bener bener kita mood buat belajar, nah disitu hasilnya pasti maksimal, walaupun cuma bentar, kalau kita emang mood, pasti lebih baik hasilnya daripada yang terpaksa.
Sekarang masalahnya adalah, kitanya yang gak mood buat belajar. Balik lagi ke kita, kita harus mampu memotivasi diri untuk mencapai target kita. Bagaimana kita bisa mencapai target apabila kita hanya berpangku tangan?. Tentunya disitu perlu usaha, coba bayangin kita bisa mencapai target tersebut, pasti orang tua adalah pihak pertama yang bangga dengan kita. Contohnya aja nih, kita yang kelas 12, di pundak kita, tentunya kita membawa nama diri sendiri, orang tua, keluarga, kelas, sekolah, bahkan ke jenjang yang lebih luas. Kalau prestasi kita baik, tentunya nama nama yang kita emban juga ikut baik, tapi ketika kita tidak sesuai dengan apa yang ditargetkan, bayangkan pengorbanan kita selama 12 tahun, akankah kita sia siakan hanya dengan 3 atau 6 hari? Nah, teman teman, di sinilah puncaknya. Kita sebagai pelajar harus bisa membiasakan diri dengan target, karena dari situlah kita dapat belajar untuk menentukan tujuan kita untuk masa yang akan datang.
Temen aku yang ini nih, dia bilang dia nyesel. Pas dia un sd dan smp, selalu jauh dari target. Ya itu tadi, karena dia gak komitmen dengan target yang dia buat. Orang tuanya gak pernah sih maksain dia untuk belajar, terserah mau gimana, yang penting relax belajarnya dan yang pasti bisa mempertanggungjawabkan nilai akhirnya. Nah, di sini nih, dia terlalu terlena dan relax, dia ngerasa udah bisa semua, jadinya santai banget. Alhasil, nilainya pun santai, yang pertama dia target rata rata 9, malah cuma 8. Dari pengalaman semasa un sd dan smp lah dia sadar untuk tidak terlalu bersantai. Dia ingin sekali ketika lulus nanti, nilai un nya memuaskan dan lulus snmptn.
Segala upaya dia lakuin, gak hanya di kelas, tapi dia juga ikut kegiatan lain. “Iseng isenglah ikut lomba, mana tahu kan beruntung… ehehe”. Katanya susah banget mau ikutan gituan, karena guru banyak gak kenal sama dia, tapi bukan dalam notabene nepotisme yak, maksudnya guru gak kenal itu, guru itu belum begitu mengenal potensinya, ya mungkin karena kurang aktif, atau gimana, atau temennya yang terlalu aktif, yah semacamnya lah.
Setelah dia berusaha, akhirnya di akhir kelas sepuluh dia ikut lomba, tapi sayangnya gagal. Tapi dia gak patah arang, kelas sebelas dia ikut lagi, lumayanlah katanya dapat 3 besar, tapi dia belum puas, dia ikut lagi. “Kalau diakumulasikan ya lumayanlah”. Tapi dia masih aja gak puas, katanya orang yang udah ngalahin dia, harus dibalas. Mungkin sekarang kita kalah, tapi setidaknya ada satu kali kita mengalahkan dia, meskipun diajang yang lain.
Dia kagum dengan teman teman yang lebih baik darinya dan tak jarang dia juga iri. Kenapa dia bisa? Aku harus bisa juga. Gak perlu kita ucapin, yang penting tertanam di dalam hati, cukup kita dan Tuhan aja yang tahu. Disaat menjelang kenaikan kelas duabelas, dia masih aja asik ikutan lomba, sampe sampe dia jarang banget masuk kelas. Katanya, belajar untuk lomba itu lebih asik daripada di kelas, kalau masalah kelas duabelas mah nanti aja. Dia juga gak kapok sampe ditegur sama wali kelas, waktu udah kelas duabelas pun sekitar satu bulan awal dia sama sekali gak ikut belajar, ya karena itu tadi. Dia terlalu asik buat balas kekalahan dia, wkwkwk.
Bahkan, sampe di pertengahan bulan November pun dia masih ikut kayak gituan, tapi tetep aja. “Gimana hasilnya?”, aku nanya. “Masih belum berhasil sob, runner up lagi nih…”. Lama lama dia sadar, dia gak ada persiapan sama sekali untuk semester 2 nanti, alias ujian nasional. Dasar pelajaran kelas sebelasnya pun keropos. Dia takut banget mau un, banyak banget pelajaran yang harus dirapel sejak pertama masuk SMA. Tapi, dia tetap memotivasi diri, dia boleh kalah pas lomba, tapi dikesempatan terakhir ini (UN) dia gak boleh kalah. Dan ternyata uniknya, dia nulis kalimat “ 5 besar un se provinsi” di diary nya yang udah dia tulis sejak kelas sebelas. “Aku suka flashback gitu, jadi aku baca diary, eh ternyata aku ada nulis ini, jadi aku harus komitmen dengan tulisanku”. walaupun dia sadar, kalau untuk mapel un dia biasa biasa aja, gak seperti siswa siswa lain yang dijagokan oleh kebanyakan guru.
“Aku memang bukan yang terbaik, tapi setidaknya aku akan melakukan yang terbaik untuk diriku sendiri”. Kapan lagi coba bakalan ngerasain UN? UN SMA adalah UN yang terakhir, so lakukanlah yang terbaik dari UN UN sebelumnya.
Nah, si temen aku ini, katanya dia cuma bisa jadi penonton dan pendengar, karena kemampuannya yang katanya biasa biasa banget. Dia gak mau dicap sebagai anak yang rajin belajar atau semacamnya, dia mau yang biasa biasa aja. Karena semakin baik, akan semakin besar tanggungjawabnya. Dia mau melakukan semuanya tanpa beban ataupun tekanan, dia hanya ingin dia berkomitmen dengan kalimat di diary kecilnya. Dia selalu mengatakan bahwa dirinya adalah underdog, banyak yang jauh lebih baik darinya.
Oh ya, katanya untuk mencapai target, selain usaha dan komitmen, yang penting adalah doa dan restu orang tua. Satu lagi, jangan meremehkan hal hal kecil, karena dari hal kecil itulah bisa membawa inspirasi yang akan memotivasi diri kita. Alhasil, saat pengumuman kelulusan, dia mencapai lebih dari target yang ditulis di diary kecilnya setahun yang lalu.
Di sini kita belajar, ketika orang orang menganggap diary adalah suatu hal yang terkesan kuno dan kuper, ternyata bisa menjadi sesuatu yang berarti.
Teman sebangkuku suka melihat diary ku, karena kami memiliki kesamaan hobi, menulis kisah kami sehari-hari. Kemudian, terbaca olehnya sesuatu yang sudah cukup lama aku tulis.
“Jangan dibaca! Aku malu! Aku takut gak bisa ngeraihnya. Udah banyak tanda silangnya nih” (Tanda silang adalah target yang tidak tercapai)
“Gak papa kali. Percaya aja, aku percaya kok, pasti suatu saat itu akan terwujud.”
Aku tersenyum.

Terima kasih Tuhan, telah mengabulkan tulisan kecil dengan harapan besar ini, bahkan lebih indah. Alhamdulillah.

Jumat, 17 Juni 2016

Dream and Make It Happens!

Apa itu mimpi?
Mimpi.
Mimpi memang terdengar sangat tidak nyata. Akan tetapi, ketahuilah bahwa meskipun setiap mimpi tidak berakhir pada keberhasilan, setiap keberhasilan pasti diawali oleh mimpi. Mimpi adalah sesuatu yang dapat memberikan sugesti kepada seseorang, yaitu sang pemilik mimpi untuk terus berjuang lebih keras lagi demi meraih mimpinya. Sebesar apapun mimpimu pasti akan terwujud, hanya jika kamu percaya akan kuasa Tuhan dan percaya dengan-Nya mimpimu pasti akan terwujud. Mungkin tidak sekarang, tetapi sesuatu akan indah disaat Tuhan memang telah menghendakinya.

Minggu, 07 Februari 2016

Aku dan Pangeran di Kerajaan Fantasi

Lucu sekali. Pertama kali aku mengenalmu. Aku berada di balik pintu itu. Kau meminta maaf padaku. Aku tak mengapa, aku maafkan. Hari berlalu, hingga hari itu kau menatapku. Itulah kelemahanku, tatapan. Hingga kini aku mulai menyukaimu. Kau datang dalam mimpiku membawa bunga – bunga kesukaanku. Kau di sini. Berada di sisiku. Jika aku bisa, aku ingin mimpi itu menjadi kenyataan. Aku menyukaimu. Aku tak bisa menipu perasaanku sendiri. Aku terlalu berani, jika aku mengatakan hal itu padamu.
Aku selalu ingin berbagi bersamamu. Hati ini terus memanggilmu, tetapi kala kau datang padaku, ternyata aku tak bisa. Aku sangat gugup. Kau begitu mempesona, hingga aku merasa mawar berjatuhan di atas punggungku. Mengapa kau bersikap demikian? Kau membuatku salah tingkah. Apa kau bisa merasakan apa yang kurasakan padamu? Atau hanya karena temanku yang selalu usil denganku? Aku harap tidak demikian. Aku suka disaat kau mengalunkan nada – nada itu dengan begitu merdu dan aku selalu menanti tulisan – tulisanmu, karena aku tak sanggup berbicara langsung padamu, bahkan untuk menuliskan sesuatu padamu. Aku hanya membaca tulisan – tulisan pembicaraanmu dengan orang lain. Ingin rasanya kutuliskan sesuatu padamu, tapi akankah kau membalasnya untukku?  Apakah kau memiliki rasa yang sama denganku? Kuharap begitu. Tetapi, jika tidak, aku tak apa.
Apa yang sedang kau lakukan pangeran yang selalu menemuiku kala sunyi malam? Pangeran yang memberiku bunga. Pangeran yang menemani malamku dan menghilang saat sang mentari terbit. Kita selalu bertemu, tetapi aku selalu merindukanmu. Apakah kau juga merindukanku? Kuharap begitu. Ya… aku hanya bisa berharap, aku hanya bisa mengkhayal, karena hanya dengan itu, aku bisa merasakan semuanya seperti nyata. Pangeranku, kau begitu menawan memikat hati.
Wahai pangeran, sedang apa kau di sana? Terlelapkah kau di sana? Aku di sini tak kunjung terlelap dari hari yang melelahkan. Atau kau juga tak kunjung terlelap? Entahlah. Kau tahu? Hampir disetiap malam sebelum aku datang ke dunia mimpi, aku selalu memandang sebuah foto. Entah apa menariknya foto itu, hingga aku menghabiskan waktu yang sangat lama hanya untuk memandang wajahmu. Sesekali, bahkan tak jarang kututup dan kubuka lagi gambarmu itu karena aku merasakan hal yang tak biasa kala itu. Padahal kutahu bahwa esok tak lama lagi datang. Esok yang akan mempertemukanku padamu. Apakah kau selalu menantinya seperti aku menantikannya? Menantikan waktu untuk terus dapat melihatmu secara diam – diam dari kejauhan.
Wahai pangeran, seandainya kau adalah pangeranku, akankah kau menerimaku sebagai seorang putri? Atau akankah kau menerimaku sebagai bukan seorang yang setara dengan kastamu? Atau akankah kau menerimaku sebagai seorang yang tidak setara dengan kastamu, tetapi seorang putri bagimu? Atau tidak ketiganya? Atau berlainan dari ketiganya karena sesungguhnya kau tak menaruh rasa padaku? Apapun jawabanmu, aku tak apa.
Pangeran, sampai kapan aku akan menanti jawaban dari semua pertanyaan yang timbul sebab keluh kesah hatiku terhadapmu? Apakah kau tak lagi berniat menjawab karena bunga – bunga yang kau berikan padaku kubiarkan hingga mereka melayu? Atau karena kau memang tak berniat menjawabnya?
Dalam mimpiku, kulihat bunga – bunga yang kau berikan padaku telah layu akibat waktu karena aku asyik memperhatikanmu, tetapi tidak memedulikanmu. Namun, bunga itu masih bertahan dengan warna – warnanya yang tak memudar oleh waktu. Apakah itu yang kau rasakan pangeran? Atau itu yang kurasakan? Aku suka padamu. Kemudian, kau menyukaiku dan kau mencoba untuk membuktikan perasaanku.
Namun, aku hanya bertingkah seolah tak ada dirimu di sisiku. Kau layu setelah kau mencoba beberapa cara, namun tak menembus relung hatiku bagimu, namun perasaanmu tetap sama, hanya kau yang layu. Jika benar demikian, ketahuilah pangeran, bahwa yang kau lihat tak seperti yang ada di dalam hatiku.
Justru pembuktianmu telah menembus relung hati yang paling dalam. Hati yang pernah hampir hilang menaruh rasa padamu. Temanku berkata bahwa aku pandai menyimpan perasaan. Aku tak tahu benar tidaknya hal tersebut.
Pangeran, apakah aku terlalu dingin bagimu? Apakah aku terlalu tidak memperhatikan keberadaanmu? Apakah aku terlalu kaku bagimu? Bagiku, aku terlalu kaku terhadapmu. Bagiku, aku terlalu dingin terhadapmu. Ini semua karena perasaan tak menentu yang membuatku tak kuasa jika berlama – lama di dekatmu. Tetapi, jika bagimu aku terlalu tidak memperhatikan keberadaanmu, kau tidak salah, tapi kau tertipu. Aku selalu memperhatikanmu, sedang apa dikau pangeran? Bagaimana dikau pangeran? Namun, aku tak ingin kau mengetahuinya. Aku ingin menyimpannya untukku sendiri. Aku ingin semuanya mengalir seperti air secara alami.
Namun aku tak pasti jika ini akan kuberikan hanya untukku sendiri tanpa berbagi dengan teman dekatku.
Pangeran, tahukah kau bahwa aku selalu memikirkanmu? Aku harap bunga itu tak layu meski tak kusiram. Bunga itu tak layu meski tak bertanah. Bunga itu tak layu meski tak kutempatkan pada wadah yang berair. Tetapi, mungkinkah bunga itu bertahan? Seberapa lama ia akan bertahan? Entahlah. Sekiranya itulah yang menggambarkan keadaan kita saat ini.
Anggrek bulan berwarna ungu, tetapi seperti tak pernah kulihat sebelumnya. Hanya kupegang dan kusentuh lembut, karena bunga itu tampak layu. Tetapi, tegar mempertahankan warnanya. Tangkai dan beberapa daunnya masih hijau seperti pada bunga yang tak layu.
Aku selalu berharap hari – hari berikutnya akan menjadi lebih indah bersamamu. Lebih indah dari hari – hari yang pernah diberikan oleh orang – orang yang kuanggap istimewa di hatiku sebelumnya bagiku. Pangeran, tahukah kau bahwa aku adalah pribadi yang mudah jatuh cinta? Pribadi yang mudah kau ambil hatinya? Namun sulit diterka pikirannya melalui tingkah lakunya.
Wahai pangeran… Aku teramat takut untuk terlelap. Lelap yang akan membuaiku di alam mimpi. Aku seperti tak ingin bertemu denganmu, tapi aku teramat ingin bertemu denganmu. Aku tak bisa membedakan fakta dan fiktifku. Aku terjebak di dunia mimpi oleh arus dunia nyata. Akankah kau datang menyelamatkanku dengan kuda putih gagahmu itu? Atau kau akan mengirim prajurit kebanggaanmu? Atau tidak keduanya karena kau memang tak ingin menyelamatkanku. Atau karena kau tak tahu keadaanku saat ini? Begitu banyak hal yang sulit terungkap.
Kau membuatku kagum dan terpukau. Pendirianmu tak seperti yang lain. Namun, terkadang kau membuatku menyesal menyukaimu. Aku ingin sekali mengetahui makna yang terpancar dari binar – binar matamu yang selalu membuatku tak ingin memandangmu. Apakah kau merasakan detak – detak ini? Detak yang timbul karenamu.
Wahai pangeran… Apakah gerangan dikau kerjakan? Aku ingin bertanya, tetapi aku tak mampu. Lagi, aku hanya bisa melihatmu sedari sini. Apakah kau merasakannya? Mata yang selalu ingin melihat dirimu di sana.
Pangeran… Tahukah kau? Malam ini rembulan terlihat begitu indah. Saat aku menikmati keindahannya, kubayangkan dirimu. Kubayangkan bahwa aku melihatnya bersamamu. Aku melihat beberapa bintang yang tampak begitu indah berkilau, tetapi tak seindah ketika larut malam. Kuteringat akan sebait lagu yang menggambarkan aku saat ini, meski kutahu tak mungkin pernah terwujud.
Kau tahu? Ketika aku merasa lelah mengerjakan sesuatu, ingin sekali aku beristirahat sejenak, melanjutkan untaian kata untukmu, tetapi aku mencoba untuk mengabaikan lelahku. Sayangnya, aku tak bisa mengabaikan pikiranku tentangmu, sehingga kuputuskan untuk beristirahat sembari melanjutkan tulisanku.
Aku selalu ingin dekat denganmu, tapi aku tahu aku tak bisa di dekatmu. Aku tak bisa mengungkapkannya. Baik itu untaian kata, maupun bahasa kalbuku. Hanya secarik kertas yang kubasahi dengan tinta, menjadi saksi ceritaku selama ini. Ceritaku teruntuk Sang Pangeran pemilik hati. Pangeran yang selalu kunantikan untuk menjawab semua pertanyaanku. Pangeran yang telah dinobatkan sebagai putra mahkota pewaris tunggal tahta Kerajaan Fantasi, dan aku hanya seperti pungguk yang merindukan bulan. Menantimu yang tak mungkin hadir di duniaku, namun aku sangat menantikan kehadiranmu, Pangeran… Dan ini hanya akan terjadi di sebuah kerajaan yang bernama Fantasi.
Pangeran…
Aku tak menyangka bahwa hari itu akan menjadi begitu indah. Melihat terbenamnya matahari bersamamu di tepian. Menapaki jalan sembari melihat bintang – bintang yang bergemerlapan dengan hembusan angin laut yang mengiringi perjalanan kita. Mendengar deru ombak yang mengalun merdu menerpa pasir. Melihat lampu – lampu yang berpijar menghiasi tepian kota, menambah syahdu malam itu.
Aku akan selalu merindukan masa – masa seperti itu bersamamu, pangeran. Akankah kau jua merindukannya seperti aku selalu merindukannya? Kuharap begitu. Aku akan mengingat setiap peristiwa yang terjadi saat itu. Bahkan, aku merasa seperti aku masih bersamamu tatkala malam lalu.
Aku selalu ingin masa – masa yang demikian terulang kembali. Atau bahkan lebih indah. Tetapi, apa yang pernah kita alami hanya tinggal kenangan. Kenangan yang terlalu manis untuk dilupakan. Tak terasa, begitu cepat malam berganti.
Aku selalu berharap hadirmu di sini. Ketika aku sedih dan pilu. Ketika aku bahagia. Ketika apapun itu. Aku selalu menantimu, pangeran…
Wahai pangeran… Aku ingin sekali membaca pikiranmu. Apa arti dari ucapan temanmu itu? Apa maksudnya? Apakah yang aku pikirkan itu benar? Jawab aku pangeran!
Pangeran… Mengapa hati ini selalu berdebar? Meski aku hanya sepintas lalu memikirkanmu. Sadarkah kau aku memerhatikanmu sedari sini? Sedari tadi? Apa yang kau pikirkan? Aku ingin menerawang ke dalam duniamu. Banyak teka – teki yang harus kupecahkan sendiri untuk menjawab semua pertanyaan yang kutujukan padamu. Mengapa ini semua menjadi rumit?
Dikeramaian kulihat kau tengah mengerjakan sesuatu. Apa itu pangeran? Aku sangat ingin mengetahuinya. Namun, aku tak bisa. Aku hanya bisa mengamati bayang – bayangmu yang tak begitu memberikan kejelasan. Sepertinya aku benar, tapi sepertinya bisa jadi aku tidak benar.
Pangeran, kau akan selalu menjadi pangeran di Kerajaan Fantasiku.


Begitu berlebihan. Ketika orang sedang jatuh cinta setidaknya muncul perkataan gila. Inilah hal yang sangat sia - sia untuk dilakukan, menasihati orang yang sedang jatuh cinta. Luar biasa fantasi!

Rabu, 20 Januari 2016

Bintang

Hari itu adalah untuk pertama kalinya aku bertemu orang tersebut di sekolah baruku, aku tidak tahu siapa namanya. Ia bersama ayahnya, memakai kaos merah, ayahnya kemeja biru berdasi biru tua. Oh, pastinya dia pendaftar juga…
Hari itu, seperti biasa. Saat memulai tahun ajaran baru, diluar jam sekolah, ada pelajaran tambahan. Aku tak menyangka, ternyata orang yang kutemui itu juga belajar di tempat ini.
Ucapnya,”Siapa namamu?”
Jawabku,”Bintang”
“Sekolah di mana?”
“SMA BINA BANGSA”
“Iya?! Kok belum pernah ketemu ya? Kelas berapa?”
“MIPA 3”
“Oh…”
Dan aku pun masih mengingatnya, hari itu Selasa, 01-10-2013, sekitar pukul 16:30. Waktu-waktu yang tak terlupakan bagiku. Orang itu selalu membuatku berdebar, saat dia mengajariku, aku tak mengerti, karena aku tak bisa tenang. Dan orang itu tidak tahu, bahkan sampai tanganku gemetar memegang buku. Dia bercerita tentang kelas barunya dan guru matematikanya itu, yang juga guruku, aku hanya tersenyum, entah mengapa aku tak tahu apa yang harus kukatakan.
Demikianlah waktu itu berlalu, hingga orang tersebut berkata,”Kita baru aja kenal, tapi udah kayak temen deket”.
“Oh… gitu ya…”, jawabku.
Entah mengapa semakin lama aku semakin suka dengan orang tersebut. Sampai disuatu hari teman sekelasku curhat denganku.
“Eh… aku lagi suka sama anak sebelah…”
“Cie cie… siapa tu…”
“itu loh… si Fathur… Ini untuk pertama kalinya ada anak alim yang bikin aku suka kayak gini”
“masa sih?”
“Iya”
Begitu aku tahu namanya, ternyata temanku ini suka dengan orang yang juga aku sukai. Tapi, tak apalah. Apa salahnya. Sama-sama suka. Toh orang itu juga bukan milikku.
Tak sedikitpun terbesit dipikiranku untuk (istilahnya) pdkt dengan lelaki itu, karena di dekatnya saja rasanya ingin pingsan… payah… bahkan bisa melihat dari kejauhan, itu sudah luar biasa bahagianya.
Waktu terus berlalu. Temanku ini ternyata semakin suka dengan orang itu, hingga ia memintaku untuk membuatkan puisi tentang isi hatinya terhadap lelaki itu. Dan apa yang harus kulakukan? Menolaknyakah? Teman sebangku yang juga sahabatku berkata,”kamu kan juga suka sama dia…”. Tapi, akhirnya aku memilih untuk membuatkannya puisi. Entah… Aku tidak tahu bagaimana kelanjutan dari puisi itu.
Kemudian aku bercerita dengan temanku itu, bahwa lelaki itu menyukai warna merah, coklat putih, omlet.
Dia bertanya,”tahu dari mana?”
 “Dia teman belajarku”
Dia selalu bercerita tentang hubungannya dengan lelaki itu. Aku hanya terdiam dan mendengar. Aku tak berharap apa-apa dan tak jarang aku berdo’a agar naik kelas nanti bisa sekelas dengannya.
Hari itu aku dapat tiket seminar pendidikan. Lalu aku pergi bersama teman yang kebetulan sekelas dengan lelaki itu. Aku tak menyangka, ternyata lelaki itu bahkan panitianya!!. Dan aku tak menyangka ada guru sejarahku yang juga menghadiri acara tersebut. Dan aku tak menyangka narasumbernya adalah ayah lelaki tersebut. Dan luar biasa aku tak menyangka saat acara tersebut usai, aku dapat berbincang dengan ayahnya. Betapa bahagianya aku, bukan karena aku dapat berbicara dengan ayah dari seorang lelaki yang aku sukai, tapi karena aku dapat bertanya tentang apa yang aku tidak tahu kepada bapak tersebut.
Hari-hari begitu menyenangkan ^_^.
Saat itu kenaikan kelas, aku si pemalas karena tahu bahwa hari itu masih belum efektif, maka aku memutuskan untuk tidak sekolah.
Keesokan harinya teman sebangkuku berkata,”Bintang!! Udah bagi kelas!!!”
“Iya?! Aku kelas berapa?”
“MIPA 4… sama Fathur loh…”
“Hah!!! Masa iya?!”
“Iya!”
“Kamu kelas mana?”
“MIPA 2”
“Yah… kita gak sekelas…”
“Iya… cie-cie yang sekelas”
Aku tak menyangka bahwa do’aku terkabul, aku sekelas dengannya. Karena aku baru masuk, aku duduknya di belakang, dan aku memilih berada di belakang teman yang terbilang dekat denganku saat kelas X. Dan ternyata aku sebangku dengan laki-laki… -__- heeh… untuk pertama kalinya selama sekolah dari TK-SMA duduk dengan laki-laki :3…
Di kelas itu aku tak melihatnya, dan aku teringat, dia sibuk dengan MOS PSB. Hari selanjutnya dia masuk, dan ternyata dia memilih tempat duduk yang tak kusangka sama sekali. Tepat di belakangku!!!
Aku bergumam dalam hati,”Bagaimana ini… belajar di tempat les aja deg-degan terus… dapatnya malah gak ngerti… Apalagi sekelas... di belakang lagi duduknya… Ok, positive thinking… kan aku yang berdo’a biar sekelas, jalanin aja bro…”
Meskipun aku suka, bahkan untuk ngeliat matanya aku gak berani, bisa deg-degan luar biasa ini. Dan disuatu hari dia pernah bertanya.
“Bintang, pernah suka sama orang?”
“Pernahlah…”, jawabku. Di dalam hati aku berkata,”aku suka sama kamu… aduh… cepetan dong ngomongnya, jangan kelamaan, nanti makin kelamaan gemeterannya…”
“Siapa?”
Aku bingung mau jawab apa, lalu kujawab,”Zayn!”
“Maksud aku di sekolah ini…”
“Memangnya mesti tahu ya…”, jawabku mengelak.
Sampai suatu hari lelaki itu curhat kalau dia suka sama adik kelas yang merupakan adik kelasku waktu SMP. Mau dikata apa… perasaan gak bisa dipaksain… mau gimana lagi… ya udahlah dengerin aja… dengan hati yang bisa dikatakan sedih… orang yang aku suka cerita sama aku dia suka sama orang lain… dan dulunya aku pernah buatin puisi tentang perasaan temen aku yang juga suka sama dia… Ok gak papa… aku yakin akan ada jalan terindah.
Tak lama kemudian, lelaki itu pergi studi ke luar kota, Yogyakarta. Saat itu tugas Bahasa Indonesia tentang membuat cerpen. Hingga saat ini lelaki itu tidak tahu bahwa aku membuat cerpen tentang ceritaku selama ini saat menyukainya. Aku bersyukur, saat itu dia ke Yogya… dan saat dia di Yogya, cerpen itu ditampilin ke depan kelas untuk ambil nilai kelompok. Aku bahagia, setidaknya aku telah curhat secara tidak langsung ke teman-teman sekelas, meskipun mereka tidak tahu kalau aku lagi curhat.
Temanku berkata,”Ceritanya bagus. Bagus banget… terinspirasi dari mana?”
“dari cerita aku…”
“yakin Bi?”
“Iya…”
“Ih… cerita dong benerannya…”
“Rahasia dong…”
“Ceritalah…”
Akhirnya kuceritakan pada temanku bahwa aku menyukai orang yang duduk tepat dibelakangku. Temanku sungguh tak menyangka.
“Kamu suka dia Bi?!!”
“Iya…”
“Tapi kamu keliatannya biasa biasa aja…”
“Gak tau kenapa kalau aku suka sama orang, justru aku jauhin orangnya…”
“Oh… gitu…”
Hari-hari kulalui dengan sikap yang sangat biasa pada lelaki itu, bahkan disaat dia berbicara, seolah aku tak mementingkannya, ini semua agar perasaanku tak menjadi-jadi. Sampai disuatu hari lelaki itu bertanya kembali.
“Bintang ada suka gak sama orang di sekolah ini?”
“Ada…”
“Tapi kayaknya Bintang gak ada tuh pdkt sama seseorang…”
“Itulah anehnya aku… dengan orang yang aku sukai justru aku menjauh, dengan orang yang aku tidak punya perasaan apa-apa, justru aku tak menjauh…”
Selama aku sekelas dengan lelaki itu, aku mulai mengenalnya. Entah mengapa rasa sukaku padanya kian memudar. Mungkin karena ku tahu bahwa dia menyukai orang lain. Di sisi lain, hal yang paling aku tak suka adalah saat dia mengatakan aku sedang dekat dengan anak MIPA 3 yang gendut berkacamata tebal itu dan itu sangat menyebalkan, bahkan faktanya aku pun sangat-sangat jarang berbicara dengan orang aneh itu. Dan paling menyebalkan dari lelaki yang aku suka itu adalah saat dia mengatakan bahwa aku berpacaran dengan adik kelas rekan lombaku, hanya karena dia melihat status pengiriman melalui Bluetooth, padahal itu aku gunakan untuk mengirim foto-foto saat pra perlombaan dan pasca perlombaan…
Bagaimana tidak menyebalkan… orang yang aku sukai mengatakan bahwa aku berpacaran dengan adik kelas dan berkata padaku bahwa aku sedang pdkt dengan lelaki aneh itu… sungguh sangat menyebalkan! >__< …
Tapi hal menarik yang ku ingat dari lelaki yang aku sukai itu adalah
“Umi aku bilang yang penting itu akhiratnya yang berhasil… Karena kalau akhiratnya berhasil, InshaAllah dunianya juga bagus…”
Aku senang bisa mengenal lelaki yang aku sukai itu, jujur, aku banyak belajar agama dari dia, seperti Al Ma’tsurah, walaupun orangnya nyebelin… tapi selalu bikin adem…
Dan sekarang dia udah kayak ikan salmon… berpindah ke lain tempat dan beradaptasi lagi…

Meskipun dia tak lagi bersamaku, bayang - bayangnya dan kebaikan - kebaikan yang diberikan padaku akan selalu menjadi bintang yang menyinari hari - hariku.