Senin, 11 Juli 2016

Dear My Little Diary,

Hey hoo!!!
Aku mau berbagi cerita nih. Alhamdulillah tahun ini aku dan temen temen yang lain udah lulus SMA, ya meskipun seandainya aja SMA bisa lebih lama lagi.
Aku punya temen, lumayanlah anaknya dan aku dapet cerita yang inspiratif banget dari dia. Nah tahun kami kan tahun pertama ujian nasional irisan KTSP dan K-13 + CBT untuk daerah Tanjungpinang, itu sensasinya wow banget. Kami bingung seperti apa ujian nasional yang bakalan diselenggarain, gimana rasanya ujian nasional bakalan ada 3 sesi, diselingi libur 3 hari, itu semua gak kebayang, belum lagi banyak rumor yang beredar yang makin menjatuhkan mental kami. Tapi, Alhamdulillah, semuanya lancar lancar saja.
Back to topic nih, temen aku ini bisa dibilang agak malas belajar, tapi dia punya komitmen dan target. Katanya, “Belajar itu boleh sering, tapi kita harus pandai melihat kondisi juga, kalau itu terlalu memaksakan, sebaiknya tidak usah, lebih baik mengutamakan kualitas daripada kuantitas, akan tetapi semuanya harus tepat perencanaan”.
Waduh, aku rada gak ngerti juga nih, lola mode on. Maksudnya, kita sebagai pelajar harus punya target. Untuk mencapai target, kita harus punya rencana dan strategi bagaimana kita bisa meraihnya. Tentunya, kita harus memperhitungkan dan menyesuaikan kemampuan dengan target yang akan kita capai. Misalnya, kita ingin jadi juara, tapi kita sendiri masih meragukan kemampuan kita, maka solusinya adalah kita harus meningkatkan intensitas belajar kita, tapi gak sampe overload, santai tapi pasti. Nah itulah, ketika kita terlalu memaksakan untuk belajar, sebanyak apapun, hasilnya tetep gak bakal maksimal, karena dasarnya aja udah terpaksa. Kita harus bisa memanfaatkan momen momen yang bener bener kita mood buat belajar, nah disitu hasilnya pasti maksimal, walaupun cuma bentar, kalau kita emang mood, pasti lebih baik hasilnya daripada yang terpaksa.
Sekarang masalahnya adalah, kitanya yang gak mood buat belajar. Balik lagi ke kita, kita harus mampu memotivasi diri untuk mencapai target kita. Bagaimana kita bisa mencapai target apabila kita hanya berpangku tangan?. Tentunya disitu perlu usaha, coba bayangin kita bisa mencapai target tersebut, pasti orang tua adalah pihak pertama yang bangga dengan kita. Contohnya aja nih, kita yang kelas 12, di pundak kita, tentunya kita membawa nama diri sendiri, orang tua, keluarga, kelas, sekolah, bahkan ke jenjang yang lebih luas. Kalau prestasi kita baik, tentunya nama nama yang kita emban juga ikut baik, tapi ketika kita tidak sesuai dengan apa yang ditargetkan, bayangkan pengorbanan kita selama 12 tahun, akankah kita sia siakan hanya dengan 3 atau 6 hari? Nah, teman teman, di sinilah puncaknya. Kita sebagai pelajar harus bisa membiasakan diri dengan target, karena dari situlah kita dapat belajar untuk menentukan tujuan kita untuk masa yang akan datang.
Temen aku yang ini nih, dia bilang dia nyesel. Pas dia un sd dan smp, selalu jauh dari target. Ya itu tadi, karena dia gak komitmen dengan target yang dia buat. Orang tuanya gak pernah sih maksain dia untuk belajar, terserah mau gimana, yang penting relax belajarnya dan yang pasti bisa mempertanggungjawabkan nilai akhirnya. Nah, di sini nih, dia terlalu terlena dan relax, dia ngerasa udah bisa semua, jadinya santai banget. Alhasil, nilainya pun santai, yang pertama dia target rata rata 9, malah cuma 8. Dari pengalaman semasa un sd dan smp lah dia sadar untuk tidak terlalu bersantai. Dia ingin sekali ketika lulus nanti, nilai un nya memuaskan dan lulus snmptn.
Segala upaya dia lakuin, gak hanya di kelas, tapi dia juga ikut kegiatan lain. “Iseng isenglah ikut lomba, mana tahu kan beruntung… ehehe”. Katanya susah banget mau ikutan gituan, karena guru banyak gak kenal sama dia, tapi bukan dalam notabene nepotisme yak, maksudnya guru gak kenal itu, guru itu belum begitu mengenal potensinya, ya mungkin karena kurang aktif, atau gimana, atau temennya yang terlalu aktif, yah semacamnya lah.
Setelah dia berusaha, akhirnya di akhir kelas sepuluh dia ikut lomba, tapi sayangnya gagal. Tapi dia gak patah arang, kelas sebelas dia ikut lagi, lumayanlah katanya dapat 3 besar, tapi dia belum puas, dia ikut lagi. “Kalau diakumulasikan ya lumayanlah”. Tapi dia masih aja gak puas, katanya orang yang udah ngalahin dia, harus dibalas. Mungkin sekarang kita kalah, tapi setidaknya ada satu kali kita mengalahkan dia, meskipun diajang yang lain.
Dia kagum dengan teman teman yang lebih baik darinya dan tak jarang dia juga iri. Kenapa dia bisa? Aku harus bisa juga. Gak perlu kita ucapin, yang penting tertanam di dalam hati, cukup kita dan Tuhan aja yang tahu. Disaat menjelang kenaikan kelas duabelas, dia masih aja asik ikutan lomba, sampe sampe dia jarang banget masuk kelas. Katanya, belajar untuk lomba itu lebih asik daripada di kelas, kalau masalah kelas duabelas mah nanti aja. Dia juga gak kapok sampe ditegur sama wali kelas, waktu udah kelas duabelas pun sekitar satu bulan awal dia sama sekali gak ikut belajar, ya karena itu tadi. Dia terlalu asik buat balas kekalahan dia, wkwkwk.
Bahkan, sampe di pertengahan bulan November pun dia masih ikut kayak gituan, tapi tetep aja. “Gimana hasilnya?”, aku nanya. “Masih belum berhasil sob, runner up lagi nih…”. Lama lama dia sadar, dia gak ada persiapan sama sekali untuk semester 2 nanti, alias ujian nasional. Dasar pelajaran kelas sebelasnya pun keropos. Dia takut banget mau un, banyak banget pelajaran yang harus dirapel sejak pertama masuk SMA. Tapi, dia tetap memotivasi diri, dia boleh kalah pas lomba, tapi dikesempatan terakhir ini (UN) dia gak boleh kalah. Dan ternyata uniknya, dia nulis kalimat “ 5 besar un se provinsi” di diary nya yang udah dia tulis sejak kelas sebelas. “Aku suka flashback gitu, jadi aku baca diary, eh ternyata aku ada nulis ini, jadi aku harus komitmen dengan tulisanku”. walaupun dia sadar, kalau untuk mapel un dia biasa biasa aja, gak seperti siswa siswa lain yang dijagokan oleh kebanyakan guru.
“Aku memang bukan yang terbaik, tapi setidaknya aku akan melakukan yang terbaik untuk diriku sendiri”. Kapan lagi coba bakalan ngerasain UN? UN SMA adalah UN yang terakhir, so lakukanlah yang terbaik dari UN UN sebelumnya.
Nah, si temen aku ini, katanya dia cuma bisa jadi penonton dan pendengar, karena kemampuannya yang katanya biasa biasa banget. Dia gak mau dicap sebagai anak yang rajin belajar atau semacamnya, dia mau yang biasa biasa aja. Karena semakin baik, akan semakin besar tanggungjawabnya. Dia mau melakukan semuanya tanpa beban ataupun tekanan, dia hanya ingin dia berkomitmen dengan kalimat di diary kecilnya. Dia selalu mengatakan bahwa dirinya adalah underdog, banyak yang jauh lebih baik darinya.
Oh ya, katanya untuk mencapai target, selain usaha dan komitmen, yang penting adalah doa dan restu orang tua. Satu lagi, jangan meremehkan hal hal kecil, karena dari hal kecil itulah bisa membawa inspirasi yang akan memotivasi diri kita. Alhasil, saat pengumuman kelulusan, dia mencapai lebih dari target yang ditulis di diary kecilnya setahun yang lalu.
Di sini kita belajar, ketika orang orang menganggap diary adalah suatu hal yang terkesan kuno dan kuper, ternyata bisa menjadi sesuatu yang berarti.
Teman sebangkuku suka melihat diary ku, karena kami memiliki kesamaan hobi, menulis kisah kami sehari-hari. Kemudian, terbaca olehnya sesuatu yang sudah cukup lama aku tulis.
“Jangan dibaca! Aku malu! Aku takut gak bisa ngeraihnya. Udah banyak tanda silangnya nih” (Tanda silang adalah target yang tidak tercapai)
“Gak papa kali. Percaya aja, aku percaya kok, pasti suatu saat itu akan terwujud.”
Aku tersenyum.

Terima kasih Tuhan, telah mengabulkan tulisan kecil dengan harapan besar ini, bahkan lebih indah. Alhamdulillah.