Hey hoo!!!
Aku mau berbagi cerita nih. Alhamdulillah tahun ini aku
dan temen temen yang lain udah lulus SMA, ya meskipun seandainya aja SMA bisa
lebih lama lagi.
Aku punya temen, lumayanlah anaknya dan aku dapet
cerita yang inspiratif banget dari dia. Nah tahun kami kan tahun pertama ujian
nasional irisan KTSP dan K-13 + CBT untuk daerah Tanjungpinang, itu sensasinya
wow banget. Kami bingung seperti apa ujian nasional yang bakalan
diselenggarain, gimana rasanya ujian nasional bakalan ada 3 sesi, diselingi
libur 3 hari, itu semua gak kebayang, belum lagi banyak rumor yang beredar yang
makin menjatuhkan mental kami. Tapi, Alhamdulillah, semuanya lancar lancar
saja.
Back to topic nih, temen aku ini bisa dibilang agak
malas belajar, tapi dia punya komitmen dan target. Katanya, “Belajar itu boleh
sering, tapi kita harus pandai melihat kondisi juga, kalau itu terlalu
memaksakan, sebaiknya tidak usah, lebih baik mengutamakan kualitas daripada
kuantitas, akan tetapi semuanya harus tepat perencanaan”.
Waduh, aku rada gak ngerti juga nih, lola mode on.
Maksudnya, kita sebagai pelajar harus punya target. Untuk mencapai target, kita
harus punya rencana dan strategi bagaimana kita bisa meraihnya. Tentunya, kita
harus memperhitungkan dan menyesuaikan kemampuan dengan target yang akan kita
capai. Misalnya, kita ingin jadi juara, tapi kita sendiri masih meragukan
kemampuan kita, maka solusinya adalah kita harus meningkatkan intensitas
belajar kita, tapi gak sampe overload, santai tapi pasti. Nah itulah, ketika
kita terlalu memaksakan untuk belajar, sebanyak apapun, hasilnya tetep gak
bakal maksimal, karena dasarnya aja udah terpaksa. Kita harus bisa memanfaatkan
momen momen yang bener bener kita mood buat belajar, nah disitu hasilnya pasti
maksimal, walaupun cuma bentar, kalau kita emang mood, pasti lebih baik
hasilnya daripada yang terpaksa.
Sekarang masalahnya adalah, kitanya yang gak mood buat
belajar. Balik lagi ke kita, kita harus mampu memotivasi diri untuk mencapai
target kita. Bagaimana kita bisa mencapai target apabila kita hanya berpangku
tangan?. Tentunya disitu perlu usaha, coba bayangin kita bisa mencapai target
tersebut, pasti orang tua adalah pihak pertama yang bangga dengan kita.
Contohnya aja nih, kita yang kelas 12, di pundak kita, tentunya kita membawa
nama diri sendiri, orang tua, keluarga, kelas, sekolah, bahkan ke jenjang yang
lebih luas. Kalau prestasi kita baik, tentunya nama nama yang kita emban juga
ikut baik, tapi ketika kita tidak sesuai dengan apa yang ditargetkan, bayangkan
pengorbanan kita selama 12 tahun, akankah kita sia siakan hanya dengan 3 atau 6
hari? Nah, teman teman, di sinilah puncaknya. Kita sebagai pelajar harus bisa
membiasakan diri dengan target, karena dari situlah kita dapat belajar untuk
menentukan tujuan kita untuk masa yang akan datang.
Temen aku yang ini nih, dia bilang dia nyesel. Pas dia
un sd dan smp, selalu jauh dari target. Ya itu tadi, karena dia gak komitmen
dengan target yang dia buat. Orang tuanya gak pernah sih maksain dia untuk
belajar, terserah mau gimana, yang penting relax belajarnya dan yang pasti bisa
mempertanggungjawabkan nilai akhirnya. Nah, di sini nih, dia terlalu terlena
dan relax, dia ngerasa udah bisa semua, jadinya santai banget. Alhasil,
nilainya pun santai, yang pertama dia target rata rata 9, malah cuma 8. Dari
pengalaman semasa un sd dan smp lah dia sadar untuk tidak terlalu bersantai.
Dia ingin sekali ketika lulus nanti, nilai un nya memuaskan dan lulus snmptn.
Segala upaya dia lakuin, gak hanya di kelas, tapi dia
juga ikut kegiatan lain. “Iseng isenglah ikut lomba, mana tahu kan beruntung…
ehehe”. Katanya susah banget mau ikutan gituan, karena guru banyak gak kenal
sama dia, tapi bukan dalam notabene nepotisme yak, maksudnya guru gak kenal
itu, guru itu belum begitu mengenal potensinya, ya mungkin karena kurang aktif,
atau gimana, atau temennya yang terlalu aktif, yah semacamnya lah.
Setelah dia berusaha, akhirnya di akhir kelas sepuluh
dia ikut lomba, tapi sayangnya gagal. Tapi dia gak patah arang, kelas sebelas
dia ikut lagi, lumayanlah katanya dapat 3 besar, tapi dia belum puas, dia ikut
lagi. “Kalau diakumulasikan ya lumayanlah”. Tapi dia masih aja gak puas,
katanya orang yang udah ngalahin dia, harus dibalas. Mungkin sekarang kita
kalah, tapi setidaknya ada satu kali kita mengalahkan dia, meskipun diajang
yang lain.
Dia kagum dengan teman teman yang lebih baik darinya
dan tak jarang dia juga iri. Kenapa dia bisa? Aku harus bisa juga. Gak perlu
kita ucapin, yang penting tertanam di dalam hati, cukup kita dan Tuhan aja yang
tahu. Disaat menjelang kenaikan kelas duabelas, dia masih aja asik ikutan
lomba, sampe sampe dia jarang banget masuk kelas. Katanya, belajar untuk lomba
itu lebih asik daripada di kelas, kalau masalah kelas duabelas mah nanti aja.
Dia juga gak kapok sampe ditegur sama wali kelas, waktu udah kelas duabelas pun
sekitar satu bulan awal dia sama sekali gak ikut belajar, ya karena itu tadi.
Dia terlalu asik buat balas kekalahan dia, wkwkwk.
Bahkan, sampe di pertengahan bulan November pun dia
masih ikut kayak gituan, tapi tetep aja. “Gimana hasilnya?”, aku nanya. “Masih
belum berhasil sob, runner up lagi nih…”. Lama lama dia sadar, dia gak ada
persiapan sama sekali untuk semester 2 nanti, alias ujian nasional. Dasar
pelajaran kelas sebelasnya pun keropos. Dia takut banget mau un, banyak banget
pelajaran yang harus dirapel sejak pertama masuk SMA. Tapi, dia tetap
memotivasi diri, dia boleh kalah pas lomba, tapi dikesempatan terakhir ini (UN)
dia gak boleh kalah. Dan ternyata uniknya, dia nulis kalimat “ 5 besar un se
provinsi” di diary nya yang udah dia tulis sejak kelas sebelas. “Aku suka
flashback gitu, jadi aku baca diary, eh ternyata aku ada nulis ini, jadi aku
harus komitmen dengan tulisanku”. walaupun dia sadar, kalau untuk mapel un dia
biasa biasa aja, gak seperti siswa siswa lain yang dijagokan oleh kebanyakan
guru.
“Aku memang bukan yang terbaik, tapi setidaknya aku
akan melakukan yang terbaik untuk diriku sendiri”. Kapan lagi coba bakalan ngerasain
UN? UN SMA adalah UN yang terakhir, so lakukanlah yang terbaik dari UN UN
sebelumnya.
Nah, si temen aku ini, katanya dia cuma bisa jadi
penonton dan pendengar, karena kemampuannya yang katanya biasa biasa banget.
Dia gak mau dicap sebagai anak yang rajin belajar atau semacamnya, dia mau yang
biasa biasa aja. Karena semakin baik, akan semakin besar tanggungjawabnya. Dia
mau melakukan semuanya tanpa beban ataupun tekanan, dia hanya ingin dia
berkomitmen dengan kalimat di diary kecilnya. Dia selalu mengatakan bahwa
dirinya adalah underdog, banyak yang jauh lebih baik darinya.
Oh ya, katanya untuk mencapai target, selain usaha dan
komitmen, yang penting adalah doa dan restu orang tua. Satu lagi, jangan
meremehkan hal hal kecil, karena dari hal kecil itulah bisa membawa inspirasi
yang akan memotivasi diri kita. Alhasil, saat pengumuman kelulusan, dia
mencapai lebih dari target yang ditulis di diary kecilnya setahun yang lalu.
Di sini kita belajar, ketika orang orang menganggap
diary adalah suatu hal yang terkesan kuno dan kuper, ternyata bisa menjadi
sesuatu yang berarti.
Teman sebangkuku
suka melihat diary ku, karena kami memiliki kesamaan hobi, menulis kisah kami
sehari-hari. Kemudian, terbaca olehnya sesuatu yang sudah cukup lama aku tulis.
“Jangan dibaca! Aku
malu! Aku takut gak bisa ngeraihnya. Udah banyak tanda silangnya nih” (Tanda
silang adalah target yang tidak tercapai)
“Gak papa kali.
Percaya aja, aku percaya kok, pasti suatu saat itu akan terwujud.”
Aku tersenyum.
Terima kasih Tuhan,
telah mengabulkan tulisan kecil dengan harapan besar ini, bahkan lebih indah.
Alhamdulillah.