Minggu, 07 Februari 2016

Aku dan Pangeran di Kerajaan Fantasi

Lucu sekali. Pertama kali aku mengenalmu. Aku berada di balik pintu itu. Kau meminta maaf padaku. Aku tak mengapa, aku maafkan. Hari berlalu, hingga hari itu kau menatapku. Itulah kelemahanku, tatapan. Hingga kini aku mulai menyukaimu. Kau datang dalam mimpiku membawa bunga – bunga kesukaanku. Kau di sini. Berada di sisiku. Jika aku bisa, aku ingin mimpi itu menjadi kenyataan. Aku menyukaimu. Aku tak bisa menipu perasaanku sendiri. Aku terlalu berani, jika aku mengatakan hal itu padamu.
Aku selalu ingin berbagi bersamamu. Hati ini terus memanggilmu, tetapi kala kau datang padaku, ternyata aku tak bisa. Aku sangat gugup. Kau begitu mempesona, hingga aku merasa mawar berjatuhan di atas punggungku. Mengapa kau bersikap demikian? Kau membuatku salah tingkah. Apa kau bisa merasakan apa yang kurasakan padamu? Atau hanya karena temanku yang selalu usil denganku? Aku harap tidak demikian. Aku suka disaat kau mengalunkan nada – nada itu dengan begitu merdu dan aku selalu menanti tulisan – tulisanmu, karena aku tak sanggup berbicara langsung padamu, bahkan untuk menuliskan sesuatu padamu. Aku hanya membaca tulisan – tulisan pembicaraanmu dengan orang lain. Ingin rasanya kutuliskan sesuatu padamu, tapi akankah kau membalasnya untukku?  Apakah kau memiliki rasa yang sama denganku? Kuharap begitu. Tetapi, jika tidak, aku tak apa.
Apa yang sedang kau lakukan pangeran yang selalu menemuiku kala sunyi malam? Pangeran yang memberiku bunga. Pangeran yang menemani malamku dan menghilang saat sang mentari terbit. Kita selalu bertemu, tetapi aku selalu merindukanmu. Apakah kau juga merindukanku? Kuharap begitu. Ya… aku hanya bisa berharap, aku hanya bisa mengkhayal, karena hanya dengan itu, aku bisa merasakan semuanya seperti nyata. Pangeranku, kau begitu menawan memikat hati.
Wahai pangeran, sedang apa kau di sana? Terlelapkah kau di sana? Aku di sini tak kunjung terlelap dari hari yang melelahkan. Atau kau juga tak kunjung terlelap? Entahlah. Kau tahu? Hampir disetiap malam sebelum aku datang ke dunia mimpi, aku selalu memandang sebuah foto. Entah apa menariknya foto itu, hingga aku menghabiskan waktu yang sangat lama hanya untuk memandang wajahmu. Sesekali, bahkan tak jarang kututup dan kubuka lagi gambarmu itu karena aku merasakan hal yang tak biasa kala itu. Padahal kutahu bahwa esok tak lama lagi datang. Esok yang akan mempertemukanku padamu. Apakah kau selalu menantinya seperti aku menantikannya? Menantikan waktu untuk terus dapat melihatmu secara diam – diam dari kejauhan.
Wahai pangeran, seandainya kau adalah pangeranku, akankah kau menerimaku sebagai seorang putri? Atau akankah kau menerimaku sebagai bukan seorang yang setara dengan kastamu? Atau akankah kau menerimaku sebagai seorang yang tidak setara dengan kastamu, tetapi seorang putri bagimu? Atau tidak ketiganya? Atau berlainan dari ketiganya karena sesungguhnya kau tak menaruh rasa padaku? Apapun jawabanmu, aku tak apa.
Pangeran, sampai kapan aku akan menanti jawaban dari semua pertanyaan yang timbul sebab keluh kesah hatiku terhadapmu? Apakah kau tak lagi berniat menjawab karena bunga – bunga yang kau berikan padaku kubiarkan hingga mereka melayu? Atau karena kau memang tak berniat menjawabnya?
Dalam mimpiku, kulihat bunga – bunga yang kau berikan padaku telah layu akibat waktu karena aku asyik memperhatikanmu, tetapi tidak memedulikanmu. Namun, bunga itu masih bertahan dengan warna – warnanya yang tak memudar oleh waktu. Apakah itu yang kau rasakan pangeran? Atau itu yang kurasakan? Aku suka padamu. Kemudian, kau menyukaiku dan kau mencoba untuk membuktikan perasaanku.
Namun, aku hanya bertingkah seolah tak ada dirimu di sisiku. Kau layu setelah kau mencoba beberapa cara, namun tak menembus relung hatiku bagimu, namun perasaanmu tetap sama, hanya kau yang layu. Jika benar demikian, ketahuilah pangeran, bahwa yang kau lihat tak seperti yang ada di dalam hatiku.
Justru pembuktianmu telah menembus relung hati yang paling dalam. Hati yang pernah hampir hilang menaruh rasa padamu. Temanku berkata bahwa aku pandai menyimpan perasaan. Aku tak tahu benar tidaknya hal tersebut.
Pangeran, apakah aku terlalu dingin bagimu? Apakah aku terlalu tidak memperhatikan keberadaanmu? Apakah aku terlalu kaku bagimu? Bagiku, aku terlalu kaku terhadapmu. Bagiku, aku terlalu dingin terhadapmu. Ini semua karena perasaan tak menentu yang membuatku tak kuasa jika berlama – lama di dekatmu. Tetapi, jika bagimu aku terlalu tidak memperhatikan keberadaanmu, kau tidak salah, tapi kau tertipu. Aku selalu memperhatikanmu, sedang apa dikau pangeran? Bagaimana dikau pangeran? Namun, aku tak ingin kau mengetahuinya. Aku ingin menyimpannya untukku sendiri. Aku ingin semuanya mengalir seperti air secara alami.
Namun aku tak pasti jika ini akan kuberikan hanya untukku sendiri tanpa berbagi dengan teman dekatku.
Pangeran, tahukah kau bahwa aku selalu memikirkanmu? Aku harap bunga itu tak layu meski tak kusiram. Bunga itu tak layu meski tak bertanah. Bunga itu tak layu meski tak kutempatkan pada wadah yang berair. Tetapi, mungkinkah bunga itu bertahan? Seberapa lama ia akan bertahan? Entahlah. Sekiranya itulah yang menggambarkan keadaan kita saat ini.
Anggrek bulan berwarna ungu, tetapi seperti tak pernah kulihat sebelumnya. Hanya kupegang dan kusentuh lembut, karena bunga itu tampak layu. Tetapi, tegar mempertahankan warnanya. Tangkai dan beberapa daunnya masih hijau seperti pada bunga yang tak layu.
Aku selalu berharap hari – hari berikutnya akan menjadi lebih indah bersamamu. Lebih indah dari hari – hari yang pernah diberikan oleh orang – orang yang kuanggap istimewa di hatiku sebelumnya bagiku. Pangeran, tahukah kau bahwa aku adalah pribadi yang mudah jatuh cinta? Pribadi yang mudah kau ambil hatinya? Namun sulit diterka pikirannya melalui tingkah lakunya.
Wahai pangeran… Aku teramat takut untuk terlelap. Lelap yang akan membuaiku di alam mimpi. Aku seperti tak ingin bertemu denganmu, tapi aku teramat ingin bertemu denganmu. Aku tak bisa membedakan fakta dan fiktifku. Aku terjebak di dunia mimpi oleh arus dunia nyata. Akankah kau datang menyelamatkanku dengan kuda putih gagahmu itu? Atau kau akan mengirim prajurit kebanggaanmu? Atau tidak keduanya karena kau memang tak ingin menyelamatkanku. Atau karena kau tak tahu keadaanku saat ini? Begitu banyak hal yang sulit terungkap.
Kau membuatku kagum dan terpukau. Pendirianmu tak seperti yang lain. Namun, terkadang kau membuatku menyesal menyukaimu. Aku ingin sekali mengetahui makna yang terpancar dari binar – binar matamu yang selalu membuatku tak ingin memandangmu. Apakah kau merasakan detak – detak ini? Detak yang timbul karenamu.
Wahai pangeran… Apakah gerangan dikau kerjakan? Aku ingin bertanya, tetapi aku tak mampu. Lagi, aku hanya bisa melihatmu sedari sini. Apakah kau merasakannya? Mata yang selalu ingin melihat dirimu di sana.
Pangeran… Tahukah kau? Malam ini rembulan terlihat begitu indah. Saat aku menikmati keindahannya, kubayangkan dirimu. Kubayangkan bahwa aku melihatnya bersamamu. Aku melihat beberapa bintang yang tampak begitu indah berkilau, tetapi tak seindah ketika larut malam. Kuteringat akan sebait lagu yang menggambarkan aku saat ini, meski kutahu tak mungkin pernah terwujud.
Kau tahu? Ketika aku merasa lelah mengerjakan sesuatu, ingin sekali aku beristirahat sejenak, melanjutkan untaian kata untukmu, tetapi aku mencoba untuk mengabaikan lelahku. Sayangnya, aku tak bisa mengabaikan pikiranku tentangmu, sehingga kuputuskan untuk beristirahat sembari melanjutkan tulisanku.
Aku selalu ingin dekat denganmu, tapi aku tahu aku tak bisa di dekatmu. Aku tak bisa mengungkapkannya. Baik itu untaian kata, maupun bahasa kalbuku. Hanya secarik kertas yang kubasahi dengan tinta, menjadi saksi ceritaku selama ini. Ceritaku teruntuk Sang Pangeran pemilik hati. Pangeran yang selalu kunantikan untuk menjawab semua pertanyaanku. Pangeran yang telah dinobatkan sebagai putra mahkota pewaris tunggal tahta Kerajaan Fantasi, dan aku hanya seperti pungguk yang merindukan bulan. Menantimu yang tak mungkin hadir di duniaku, namun aku sangat menantikan kehadiranmu, Pangeran… Dan ini hanya akan terjadi di sebuah kerajaan yang bernama Fantasi.
Pangeran…
Aku tak menyangka bahwa hari itu akan menjadi begitu indah. Melihat terbenamnya matahari bersamamu di tepian. Menapaki jalan sembari melihat bintang – bintang yang bergemerlapan dengan hembusan angin laut yang mengiringi perjalanan kita. Mendengar deru ombak yang mengalun merdu menerpa pasir. Melihat lampu – lampu yang berpijar menghiasi tepian kota, menambah syahdu malam itu.
Aku akan selalu merindukan masa – masa seperti itu bersamamu, pangeran. Akankah kau jua merindukannya seperti aku selalu merindukannya? Kuharap begitu. Aku akan mengingat setiap peristiwa yang terjadi saat itu. Bahkan, aku merasa seperti aku masih bersamamu tatkala malam lalu.
Aku selalu ingin masa – masa yang demikian terulang kembali. Atau bahkan lebih indah. Tetapi, apa yang pernah kita alami hanya tinggal kenangan. Kenangan yang terlalu manis untuk dilupakan. Tak terasa, begitu cepat malam berganti.
Aku selalu berharap hadirmu di sini. Ketika aku sedih dan pilu. Ketika aku bahagia. Ketika apapun itu. Aku selalu menantimu, pangeran…
Wahai pangeran… Aku ingin sekali membaca pikiranmu. Apa arti dari ucapan temanmu itu? Apa maksudnya? Apakah yang aku pikirkan itu benar? Jawab aku pangeran!
Pangeran… Mengapa hati ini selalu berdebar? Meski aku hanya sepintas lalu memikirkanmu. Sadarkah kau aku memerhatikanmu sedari sini? Sedari tadi? Apa yang kau pikirkan? Aku ingin menerawang ke dalam duniamu. Banyak teka – teki yang harus kupecahkan sendiri untuk menjawab semua pertanyaan yang kutujukan padamu. Mengapa ini semua menjadi rumit?
Dikeramaian kulihat kau tengah mengerjakan sesuatu. Apa itu pangeran? Aku sangat ingin mengetahuinya. Namun, aku tak bisa. Aku hanya bisa mengamati bayang – bayangmu yang tak begitu memberikan kejelasan. Sepertinya aku benar, tapi sepertinya bisa jadi aku tidak benar.
Pangeran, kau akan selalu menjadi pangeran di Kerajaan Fantasiku.


Begitu berlebihan. Ketika orang sedang jatuh cinta setidaknya muncul perkataan gila. Inilah hal yang sangat sia - sia untuk dilakukan, menasihati orang yang sedang jatuh cinta. Luar biasa fantasi!